Beranda | Artikel
Bab Anjuran Untuk Menjaga Iman, Ilmu dan Menyampaikannya
Sabtu, 8 Desember 2018

Bersama Pemateri :
Ustadz Maududi Abdullah

Bab Anjuran Untuk Menjaga Iman, Ilmu dan Menyampaikannya (بَابُ تَحْرِيضِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَفْدَ عَبْدِ القَيْسِ عَلَى أَنْ يَحْفَظُوا الإِيمَانَ وَالعِلْمَ ، وَيُخْبِرُوا مَنْ وَرَاءَهُمْ), ini merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Maududi Abdullah, Lc. dalam pembahasan Kitabul ‘Ilmi dari kitab Shahih Bukhari. Kajian ini disampaikan pada 30 Rabbi’ul Awwal 1439 H / 19 Desember 2017 M.

Status Program Kajian Kitab Shahih Bukhari

Status program kajian Kitab Shahih Bukhari: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Selasa pekan ke-1 dan ke-3, pukul 10:00 - 11:30 WIB.

Download mp3 kajian sebelumnya: Bab Bolehnya Menjawab Fatwa dengan Isyarat Tangan dan Kepala

Ceramah Agama Islam Tentang Bab Anjuran Untuk Menjaga Iman, Ilmu dan Menyampaikannya – Kajian Shahih Bukhari

Bab anjuran dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kepada utusanAbdul Qais untuk menjaga Iman, menjaga ilmu dan menyampaikan hal tersebut kepada orang-orang yang di belakang mereka (kaumnya). Berkata Imam Al-Bukhari:

وقَالَ مَالِكُ بْنُ الحُوَيْرِثِ : قَالَ لَنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ارْجِعُوا إِلَى أَهْلِيكُمْ فَعَلِّمُوهُمْ

“Berkata Malik bin Huwairits(pemimpin utusan Abdul Qais): Berkata kepada kami Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: kembalilah kalian kepada keluarga-keluarga kalian dan ajarkan kepada mereka.” Kemudian Imam Al-Bukhari membawakan riwayat beliau rahimahullah sampai kepada Nabi kita tercinta shallallahu ‘alaihi wa sallam. Berkata Muhammad bin Ismail Al-Bukhari:

حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ ، قَالَ : حَدَّثَنَا غُنْدَرٌ ، قَالَ : حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ، عَنْ أَبِي جَمْرَةَ ، قَالَ : كُنْتُ أُتَرْجِمُ بَيْنَ ابْنِ عَبَّاسٍ وَبَيْنَ النَّاسِ ، فَقَالَ : إِنَّ وَفْدَ عَبْدِ القَيْسِ أَتَوُا النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ : مَنِ الوَفْدُ أَوْ مَنِ القَوْمُ قَالُوا : رَبِيعَةُ فَقَالَ : مَرْحَبًا بِالقَوْمِ أَوْ بِالوَفْدِ ، غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى قَالُوا : إِنَّا نَأْتِيكَ مِنْ شُقَّةٍ بَعِيدَةٍ ، وَبَيْنَنَا وَبَيْنَكَ هَذَا الحَيُّ مِنْ كُفَّارِ مُضَرَ ، وَلاَ نَسْتَطِيعُ أَنْ نَأْتِيَكَ إِلَّا فِي شَهْرٍ حَرَامٍ ، فَمُرْنَا بِأَمْرٍ نُخْبِرُ بِهِ مَنْ وَرَاءَنَا ، نَدْخُلُ بِهِ الجَنَّةَ . فَأَمَرَهُمْ بِأَرْبَعٍ وَنَهَاهُمْ عَنْ أَرْبَعٍ : أَمَرَهُمْ بِالإِيمَانِ بِاللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَحْدَهُ ، قَالَ : هَلْ تَدْرُونَ مَا الإِيمَانُ بِاللَّهِ وَحْدَهُ ؟ قَالُوا : اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ ، قَالَ : شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ ، وَإِقَامُ الصَّلاَةِ ، وَإِيتَاءُ الزَّكَاةِ ، وَصَوْمُ رَمَضَانَ ، وَتُعْطُوا الخُمُسَ مِنَ المَغْنَمِ وَنَهَاهُمْ عَنِ الدُّبَّاءِ وَالحَنْتَمِ وَالمُزَفَّتِ قَالَ شُعْبَةُ : رُبَّمَا قَالَ : (ينقع) فيه التمر ويلقى عليه الماء ليصير نبيذا وشرابا مسكرا> النَّقِيرِ وَرُبَّمَا قَالَ : المُقَيَّرِ قَالَ : احْفَظُوهُ وَأَخْبِرُوهُ مَنْ وَرَاءَكُمْ

“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar berkata telah menceritakan kepada kami Ghundar berkata telah menceritakan kepada kami Syu’bah dari Abu Jamrah berkata aku pernah menjadi penerjemah antara Ibnu ‘Abbas dan orang-orang katanya; bahwasanya telah datang rombongan utusan Abdul Qais menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘Utusan siapakah ini atau kaum manakah ini?’ Utusan itu menjawab: ‘Rabi’ah’. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ‘Selamat datang kaum atau para utusan dengan sukarela dan tanpa menyesal’. Para utusan berkata: ‘Wahai Rasulullah kami datang dari perjalanan yang jauh sementara diantara kampung kami dan engkau ada kampung kaum kafir (suku) Mudlor dan kami tidak sanggup untuk mendatangi engkau kecuali di bulan haram. Perintahkan kami dengan satu perintah yang jelas yang dapat kami amalkan dan kami ajarkan kepada orang-orang di kampung kami dan dengan begitu kami dapat masuk surga.’ Lalu mereka bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang minuman. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka dengan empat hal dan melarang dari empat hal memerintahkan mereka untuk beriman kepada Allah satu-satunya beliau berkata: ‘Tahukah kalian apa arti beriman kepada Allah satu-satunya?’ Mereka menjawab: ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan: ‘Persaksian tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa dibulan Ramadhan dan kalian mengeluarkan seperlima dari harta rampasan perang’. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka dari empat bejana yaitu dari meminum dari dari al hantam, ad Dubbaa`, dan al Muzaffaat. Syu’bah menerangkan; terkadang beliau menyebutkan an Naqir dan terkadang muqoyyir (bukan naqir). Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Hafalkan ini dan beritahukanlah kepada orang-orang di kampung kalian.”

Hadits ini adalah hadits yang mana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mengajarkan ilmu kepada utusan Bani Abdi Qais dan memerintahkan mereka untuk mengajarkan dan menyebarkannya. Perintah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menebarkan dan menyebarkan ilmu kepada kaum mereka. Disinilah poin yang berkaitan dengan kemuliaan ilmu. Bahwa diperintahkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi orang-orang yang telah memiliki ilmu dan mengetahui ilmu untuk menyampaikan ilmu itu kepada kaum mereka. Persis untuk mengamalkan firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam Al-Qur’an Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surat at-Taubah:

وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَائِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ ﴿١٢٢﴾

Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah[9]: 122)

Ayat ini memerintahkan kaum muslimin untuk belajar ilmu dan tidak semuanya berangkat ke medan jihad. Dan setelah mendengar ilmu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, perintah berikutnya dari ayat ini adalah memberikan peringatan kepada kaumnya. Didalam memaknai ayat ini, ada dua makna. Pertama, ketika kaum mereka kembali dari jihad dan kehilangan kesempatan menimba ilmu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sehingga kaum yang berangkat jihad datang dari jihad, mereka bisa bertanya yang tidak berangkat untuk menimba ilmu. Makna yang kedua adalah sekelompok kaum harus belajar kemudian pulang ke kaumnya untuk menyampaikan ilmu tersebut. Dan ini menunjukkan kemuliaan ilmu. Sehingga Allah memerintahkan didalam ayat ini untuk yang telah belajar ilmu, menyampaikan ilmu ini kepada orang yang mereka bisa menyampaikannya.

Kita selalu menyampaikan dan tidak selalu mengatakan bahwa dengan cara inilah agama Islam tersebar. Dan ini yang diperintahkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabat dan ini yang diamalkan oleh para sahabat sehingga membuat Agama Islam menyebar. Yaitu orang yang telah belajar ilmunya, ketika dia selesai dari belajar ilmu, mereka kembali kepada keluarganya, mereka kembali kepada kaumnya, menyampaikan apa yang mereka pelajari.

Menyampaikan apa yang telah mereka pelajari dari ayat-ayat Allah yang turun, dari hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara tentang agama Allah subhanahu wa ta’ala kepada mereka. Jadi tidak diandalkan kepada penyampaian orang alim saja. Berulang-ulang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menyampaikan ilmu syariat kepada para sahabat, mengatakan, “Hendaklah orang-orang yang hadir ini menyampaikan kepada orang-orang yang tidak hadir.”

Perintah untuk menyampaikan dan mendapatkan ilmu di permukaan bumi. Dan para sahabat benar-benar mengamalkannya. Para sahabat benar-benar ketika pulang menyampaikan apa yang mereka dengarkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada keluarganya. Tidak hanya kepada keluarganya saja, sampai kepada budak-budaknya.

Para sahabat mengumpulkan budak-budak dan mengajarkan ilmu kepada budak-budaknya. Dan ini yang diambil faidah oleh para ulama dalam hadits yang sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim tentang Muawiyah bin Hakam radhiallahu ‘anhu. Kisah Muawiyah dengan budak wanitanya yang dinungkilkan oleh Imam Muslim didalam Shahih Muslim. Salah satu faidah dari hadits beliau adalah bahwa para sahabat benar-benar menyampaikan apa yang mereka dengar dari Nabi kepada keluarganya, kepada isinya, anak-anaknya, bahkan mereka tidak lupa untuk menyampaikan ini kepada budak-budaknya. Haditsnya masyhur.  Yaitu Hadits tentang budak wanita Muawiyah bin Hakam radhiallahu ‘anhu yang menggembalakan kambing beliau. Kemudian salah satu diantaranya yaitu diterkam oleh serigala. Muawiyah bin Hakam emosi. Dan para sahabat adalah manusia yang tidak lepas dari sifat-sifat manusiawi. Kemudian Muawiyah bin Hakam memukul budak wanitanya. Timbul penyesalan karena telah melakukan kesalahan kepada budak wanitanya, karena emosi yang timbul seketika itu. Akhirnya Muawiyah radhiyallahu ‘anhu datang kepada Nabi kita tercinta Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan mengatakan apa yang ia telah lakukan kemudian meminta pendapat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apa yang harus dilakukan? Bagaimana cara menebus kesalahan kepada budak wanita yang tidak bersalah?

Hadits yang dimaksud adalah:

ﻋَﻦْ ﻣُﻌَﺎﻭِﻳَﺔَ ﺑْﻦِ ﺍْﻟﺤَﻜَﻢِ ﺃَﻧَّﻪُ ﻟَﻤَّﺎ ﺟَﺎﺀَ ﺑِﺘِﻠْﻚَ ﺍْﻟﺠَﺎﺭِﻳَﺔِ ﺍﻟﺴَّﻮْﺩَﺍﺀَ ﻗﺎَﻝَ ﻟَﻬَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃَﻳْﻦَ ﺍﻟﻠﻪُ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﺀِ ﻗَﺎﻝَ ﻣَﻦْ ﺃَﻧَﺎ ﻗَﺎﻟَﺖْ ﺃَﻧْﺖَ ﺭَﺳُﻮْﻝُ ﺍﻟﻠﻪِ ﻗَﺎﻝَ ﺃَﻋْﺘِﻘْﻬَﺎ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﻣُﺆْﻣِﻨَﺔٌ

“Dari Mu’awiyah bin al-Hakam bahwasanya dia mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa seorang budak wanita hitam. Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bertanya pada budak wanita tersebut: ’Di mana Allah?’ Budak itu menjawab, ’Di atas langit’. Rasul bertanya lagi, ’Siapakah aku?’ Budak itu menjawab, ’Engkau adalah utusan Allah’. Maka Rasul berkata: ’Merdekakanlah ia karena ia adalah mukminah (wanita beriman)’” (HR. Muslim)

Budak wanita, biasanya bekerja. Bekerja menggembalakan kambing, memeras susu, mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tuannya. Dan rata-rata kepada pekerja orang tidak boleh untuk menyebarkan ilmu agama. Berbeda dengan para sahabat. Para sahabat juga menyampaikan ilmu kepada budak-budak mereka. Para sahabat duduk bersama mereka dan mengajarkan ilmu yang mereka dapatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sehingga budak Muawiyah bin Hakam pun ‘alim. Ketika ditanya Nabi dengan pertanyaan-pertanyaan keimanan, dia lulus.

Sekaligus kita katakan bahwa menanyakan dimana Allah adalah pertanyaan sunnah, pertanyaan Nabawi, pertanyaan yang kita dapatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka tidak benar kalau ada orang yang menyatakan bahwa pertanyaan seperti ini adalah pertanyaan yang tidak diperbolehkan atau pertanyaan yang keliru. Bagaimana mungkin keliru padahal Nabi kita sallallahu ‘alaihi wa sallam mempraktekkannya dalam kehidupan beliau. Kalau Nabi kita mempraktekkan dalam kehidupannya dan kemudian ada orang yang berani mengatakan itu pertanyaan yang keliru, maka yang keliru adalah dia yang berani menyalahi dan berseberangan dengan apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pertanyaan dimana Allah adalah pertanyaan Nabawiyah, pertanyaan yang penuh berkah, pertanyaan yang datang dari lisan Nabi kita tercinta Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan jawaban wanita itu diakui benar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, direkomendasi benar oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Bahwa Allah, kata budak yang mukminah itu, فِى السَّمَاءِ (di langit).

Simak pada menit ke – 27:17

Simak Penjelasan Lengkapnya dan Download mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Bab Anjuran Untuk Menjaga Iman, Ilmu dan Menyampaikannya – Kajian Shahih Bukhari


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/45416-bab-anjuran-untuk-menjaga-iman-ilmu-dan-menyampaikannya/